Minggu, 03 April 2016

BUDEE TRIENG alias MERIAM BAMBU


Sejarah meriam bambu

Sejak jaman kerajaan meriam bambu sudah di perkenalkan di masyarakat setempat khususnya di Aceh para ahli ilmu sejarah Aceh mengatakan orang Aceh mengunakan meriam bambu itu untuk mengusir penjajah belanda pada saat Aceh di kuasai oleh colonial Belanda pada masa kesultanan Aceh, dengan menakuti para penjajah sehingga para penjajah tak berani mendekat di sangkira meriam benaran, para pejuang Aceh lebih minim di bidang kemiliteran di bandingkan dengan colonial Belanda.

Meriam bambu sudah menjadi hiburan warga masyarakat selayaknya tak mau ketinggalan memperadukan suara meriam bambu di malam kedua lebaran idul fitri dengan menghabiskan dana jutaan rupiah untuk membeli minyak tanah yang di pergunakan untuk meriam, dan membeli perlengkapan lain dan melibatkan masyarakat setempat, tak mau tau dana yang di habiskannya dikarnakan masyarakat setempat khususnya para kaum muda yang laki-laki sudah menjadi ispirasi pemuda setempat.

Semenjak Aceh masa konflik meriam bambu hampir punah di karnekan keadaan yang tak di dukung dengan kondisi semula. Muncul meriam bambu kembali di beberapa Kabupaten Di Aceh setelah terjadi perdamaian MoU helsingki.

TERJADI DI TANGSE

PADA malam lebaran idzul fitri Kedua kampong, pulo baro dan layan tak mau kalah semenjak menjelang lebaran mereka sudah berbondong-bondong mencari meriam bambu yang lebih besar di hutan berkisar di kecamatan Tangse biar suara lebih besar. 

Di tahun ini mereka sudah menyiapkan hampir dua ratus meriam setiap perkampong tersebut belum di tambah dengan menggunakan garbit puluhan KiloGram. Adu suara meriam bambu bukan di dukung oleh masyarakat setempat saja melainkan di dukung oleh para pejabat di tempat seperti kapolsek, koramil, Camat, Guru-guru, pak guechik, dan seterusnya.

Nampak positif

Dengan diadakan adu suara meriam bambu seluruh masyarakat di tangse bukan hanya kaum adam saja bahkan kaum hawa juga datang melihat langsung pertempuran adu suara meriam bambu di jembatan pulo baro, kampong pulo baro menjadi ramai para kunjung, dan para pedagang menjadi laris manis yang sangat menguntungkan bagi para pedagang malam diadakan pertempuran suara adu meriam. Dalam hal ini menjadi kekompakan para pemuda pulo baro dan layan. pertempuran adu meriam bambu sudah menjadi tradisi di setiap tahun malam lebaran, hal ini merupakan yang di tunggu-tunggu oleh masyarakat tangse disetiap tahun malam lebaran idul fitri.

Nampak negative

Para masyarakat setempat khususnya di desa pula baro dan layan ada juga yang tidak mendukung dengan di adakan pertempuran adu suara meriam bambu di karenakan sangat mengganggu ketentraman masyarakat setempat, khususnya para kaum ibu-ibu pernah mengatakan tidak pernah sudi di adakan meriam bambu di malam lebaran, dengan suara meriam yang sangat besar sehingga masyarakat setempat mengeluh di karenakan sangat mengkhawatirkan bagi kaum lanjut usia, anak-anak seperti bayi dan balita di kampong tersebut.


Posting Komentar

 
Copyright © 2013 .
Shared by Nanggroe Seuramoe. Powered by BEK MUMANG BEEH..!