Senin, 20 Maret 2017

YUSRIL IHZA MAHENDRA Keliru Pahami UUPA dan Qanun Aceh Nomor 12 tahun 2016 tentang Pilkada


* Tanggapan Pengacara Abusyik *

Pengacara pasangan calon bupati dan wakil bupati Pidie, Roni Ahmad (Abusyik)-Fadhlullah TM Daud, Muharramsyah menilai bahwa Yusril Ihza Mahendra telah keliru dalam memahami Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA).

Hal itu disampaikan Muharramsyah menanggapi permintaan Yusril yang meminta Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menggunakan pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang ambang batas selisih suara dalam menyelesaikan sengketa pilkada Aceh.


Sebab menurut kuasa hukum pasangan calon gubernur Aceh Muzakir Manaf-TA Khalid ini, Aceh mempunyai peraturan khusus, yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh atau juga disebut UUPA.

Pemahaman inilah yang dinilai Muharramsyah keliru, karena ambang batas selisih suara tidak pernah diatur dalam UUPA dan tidak tertuang dalam Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pilkada.

“Yusril telah keliru dalam memahami UUPA dan Qanun Aceh Nomor 12 tahun 2016 tentang Pilkada. Bagaimana mungkin meminta kepada MK menggunakan UUPA dan Qanun Aceh Nomor 12 yang tidak mengatur masalah tersebut (ambang batas selisih suara)?” katanya setengah bertanya.

UUPA dia sebutkan, memang bersifat lex specialis. Tetapi apabila suatu ketentuan tidak diatur di dalam UUPA dan Qanun Aceh Nomor 12, maka harus dipakai ketentuan yang berlaku umum dengan menggunakan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Menurut Muharramsyah, penggunaan Pasal 158 sudah sesuai dengan asas hukum lex spesialis. Dimana peraturan khusus bisa mengenyampingkan peraturan umum. “Hal-hal yang tidak diatur dalam ketentuan khusus harus kembali merujuk kepada ketentuan umum,” ujarnya.

Hal ini tidak bisa disamakan dengan pemberlakuan aturan persentase kursi DPRD sebagai syarat pengajuan calon. Sebab, ketentuan tersebut selain diatur di dalam Undang Undang Pilkada, juga diatur di dalam UUPA.

Di dalam UU Pilkada pasal 40 disebutkan, parpol/gabungan bisa mengajukan pasangan calon paling sedikit memiliki 20 persen kursi di DPRD, sedangkan di dalam pasal 91 UUPA, disebutkan parpol/gabungan mengajukan paslon jika mendapatkan kursi di DPRD sekurang-kurangnya 15 persen. Dalam hal ini, Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh memberlakukan aturan sesuai dengan ketentuan di dalam UUPA.

“Pernyataan Yusril sudah benar, karena UUPA ada mengatur tentang syarat pengajuan calon, yakni paling sediki 15 persen, sehingga tidak perlu lagi menggunakan syarat 20 persen dalam Undang-undang Pilkada. Tetapi ini tidak bisa dijadikan perbandingan terhadap penerapan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016,” jelasnya.

Oleh karena itu, pihaknya mengajak semua pihak untuk memberikan informasi sesuai dengan undang undang dan norma hukum.

Sementara itu, mantan kombatan GAM Pidie, Abu Sabar, secara terpisah meminta semua pihak agar menerima secara arif hasil pilkada yang telah diplenokan Komisi Independen Pemilihan (KIP).

Ia tidak menginginkan hasil pilkada membuat sesama masyarakat ribut, dan menggiring UUPA dipermasalahkan dan disidangkan di MK. “Saya berharap kedepan legislatif dan eksekutif merumuskan kembali undang-undang yang menjadi acuan dalam pilkada,” harap Abu Sabar.

Seperti diketahui, hasil pilkada yang diumumkan KIP beberapa waktu lalu memunculkan protes dari sejumlah pasangan calon yang kalah. Dari Aceh, ada 10 permohonan gugatan yang masuk. Satu permohonan dari pasangan calon gubernur/wakil gubernur Muzakir Manaf-TA Khalid, dan sembilan lainnya dari paslon bupati/wali kota, yakni Ridwan Abubakar-Abdul Rani (Aceh Timur), Fakhrurrazi H Cut-Mukhtar Daud (Aceh Utara), Sarjani Abdullah-M Iriawan (Pidie), Safriadi-Sariman (Singkil), Teuku Raja Keumangan-Said Junaidi (Nagan Raya), Abd Rasad-H Rajab Marwan (Gayo Lues), Fazlun Hasan-Syahyuzar (Kota Langsa), Said Syamsul Bahri-Nafis Amanaf (Abdya), dan M Yusuf Abdul Wahab-dr Purnama Setia Budi (Bireuen).

Namun banyak pihak memprediksi, sebagian besar permohonan gugatan tersebut akan ditolak MK untuk disidangkan, karena tidak memenuhi syarat formil dalam hal ambang batas selisih suara, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.(naz)

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 .
Shared by Nanggroe Seuramoe. Powered by BEK MUMANG BEEH..!