Banyak yang terjadi di kalangan
mahasiswa ataupun di fakultas sebagai latihan yang berevolusi mental (perubahan
mental) iya dinamika itulah yang sering terjadi seolah-olah ada aliran politik
tertentu di kampus tertentu itulah Apatisme mahasiswa terhadap dunia politik,
memang sejalur dengan pendapat masyarakat umum tentang politik di negeri ini. Di
situlah akan menjadi tempat berpolitik bagi mahasiswa yang memang mengerti
tentang keadaan.
Melihat hal itu, ada yang menarik di
dunia kampus yang nantinya akan berhubungan erat dengan dinamika politik di
negeri ini. Tak dapat dipungkiri bahwa aktivis kampus dulu telah menjelma
menjadi para pelaku politik jaman sekarang, sehingga melahirkan aktivis-aktivis
yang berkualitas yang menggogong para-para elite politik yang tidak sesuai
(sejalur) dengar perairan yang mengalir.
Bagi ku sebagai mahasiswa menilai yang
bahwa tidak ada yang salah dengan fakta ini. Tetapi saya ingin mengambil
perspektif lain dalam fenomena ini. Yaitu lahirnya pengubah paradigma baru
dalam kehidupan berpolitik dengan masuknya para aktivis di panggung
'kekuasaan'. Itu lah yang telah terjadi sekarang sehingga kita merasakan
bau-bau yang kadang-kadang tak sedap di cium
oleh mahasiswa yaitu bau politik yang tidak sedap (politik lumpur).
Sampai sekarang realita itu terus
berlanjut, sehingga para pelaku politik di anggap remeh dan mulai agak menurun
setelah hembusan bahwa lebih baik para pengusaha sukses yang jadi 'pemegang
kekuasaan' daripada mantan aktivis, dengan alasan secara materi pengusaha lebih
memiliki modal, jadi ketika menjabat, bisa menekan angka korupsi. Apa itu
sebuah alasan yang tepat untuk menjawab paradigma diatas.... ???
Sebenarnya kita ketahui yang bahwa Kampus
itu adalah sebuah miniatur negara sehingga perlu diterangkan lebih lanjut
tentang permasalahan berpolitik itu bagaimana. Saya menemukan sebuah fakta
baru, kenapa mahasiswa (khususnya aktivis) selalu bicara bahwa mereka membela
kepentingan rakyat, berkoar-koar menyuarakan apa yang rakyat alami. Di sini
sebenarnya aktivis itu benar, bukan asal klaim 'rakyat', tapi dengan melihat
bahwa kampus adalah miniatur negara yang mana memiliki perangkat seperti
presiden mahasiswa (PRESMA), menteri-menteri dan juga PARA pengurus lain nya. Sehingga
mahasiswa biasa disebut RAKYAT karena
mahasiswa berasal dari rakyat , oleh
karena presiden mahasiswa (PRESMA)
dipilih oleh mahasiswa yg notabene disebut rakyat. Maka presiden mahasiswa itu
mewakili rakyat iya sama seperti pemilihan presiden negara pada masa demokrasi.
Coba kita lihat dalam kehidupan bermahasiswa (kampus) sebagai imitasi
negara, tentu mengalami hal yang sama dalam pemilihan. Seperti perbedaan
kelompok atau ide dalam menyalurkan hak politik. Dalam kegiatan pemilihan umum
raya (PEMIRA) yang memilih presiden
mahasiswa tentu mempunyai garis yang unik karena di situlah akan lahir
dinamika-dinamika kampus. Sehingga kita (mahasiswa) tanpa sadar telah menjadi
orang yang memainkan dinamika tersebut.
Keunikan Para calon dalam mencalonkan
diri sebagai presiden mahasiswa memiliki cita-cita dan kepribadian sendiri yang
dibentuk oleh pergaulannya. Dan biasanya namanya aktivis tentu background
organisasinya sangat mempengaruhi. Saya akan memberi satu contoh bahwa
organisasi yang sering terlibat di dunia kampus adalah organisasi ekstra
kampus. Memang menjadi hal yang lumrah di dunia kampus, bahwa organisasi ekstra
kampus menjadi suatu organisasi 'underground' yang memiliki peranan yang cukup
meyakinkan dalam kehidupan kampus.
Kebiasaan terjadi Organisasi ekstra
kampus biasanya memiliki jejaring kekuatan yang kuat. Karena organisasi ekstra
sudah lama berdiri dan memiliki suatu karakter khusus dari organisasi yang lain.
Dalam kehidupan kampus, organisasi ini yang biasa 'mengusulkan' nama-nama calon
petinggi bagi mahasiswa.
Bagi sebagian mahasiswa yg tidak berorganisasi
ekstra kampus yang menjadi aktivis di kampus tentu ada yang memiliki rasa faktor
ideologi, pemahaman dan tujuan tidak sejalur. Ada sebagian aktivis yang tidak
suka untuk ikut organisasi ekstra kampus, alasannya tentu karena melihat bahwa
calon petinggi mahasiswa yang diusulkan hanya sebagai boneka. Dan organisasi
ekstra kampus tidak fair, karena memiliki peraturan manajemen organisasi
sehingga misal dalam pendaftaran calon saja sudah difasilitasi tanpa susah
payah mencari. Itulah yang menjadi permasalah bagi mahasiswa yang tidak
berorganisasi exstra kampus.
Sehingga kebanyakan yang berfikir bahwa
organisasi ekstra kampus memiliki hubungan 'parental' dengan partai politik di
negeri ini. Padahal tidak semuanya begitu atau tergantung pemimpinnya bagaimana
memenite organisasi tersebut, Sehingga banyak pemikiran negatife mahasiswa yang
menilai begitu.
Posting Komentar