Selasa, 04 November 2014

POLITIK MAHASISWA BAGAI MATA TANPA LENSA


Banyak yang terjadi di kalangan mahasiswa ataupun di fakultas sebagai latihan yang berevolusi mental (perubahan mental) iya dinamika itulah yang sering terjadi seolah-olah ada aliran politik tertentu di kampus tertentu itulah Apatisme mahasiswa terhadap dunia politik, memang sejalur dengan pendapat masyarakat umum tentang politik di negeri ini. Di situlah akan menjadi tempat berpolitik bagi mahasiswa yang memang mengerti tentang keadaan.

Melihat hal itu, ada yang menarik di dunia kampus yang nantinya akan berhubungan erat dengan dinamika politik di negeri ini. Tak dapat dipungkiri bahwa aktivis kampus dulu telah menjelma menjadi para pelaku politik jaman sekarang, sehingga melahirkan aktivis-aktivis yang berkualitas yang menggogong para-para elite politik yang tidak sesuai (sejalur) dengar perairan yang mengalir.

Bagi ku sebagai mahasiswa menilai yang bahwa tidak ada yang salah dengan fakta ini. Tetapi saya ingin mengambil perspektif lain dalam fenomena ini. Yaitu lahirnya pengubah paradigma baru dalam kehidupan berpolitik dengan masuknya para aktivis di panggung 'kekuasaan'. Itu lah yang telah terjadi sekarang sehingga kita merasakan bau-bau  yang kadang-kadang tak sedap di cium oleh mahasiswa yaitu bau politik yang tidak sedap (politik lumpur).

Sampai sekarang realita itu terus berlanjut, sehingga para pelaku politik di anggap remeh dan mulai agak menurun setelah hembusan bahwa lebih baik para pengusaha sukses yang jadi 'pemegang kekuasaan' daripada mantan aktivis, dengan alasan secara materi pengusaha lebih memiliki modal, jadi ketika menjabat, bisa menekan angka korupsi. Apa itu sebuah alasan yang tepat untuk menjawab paradigma diatas.... ??? 

Sebenarnya kita ketahui yang bahwa Kampus itu adalah sebuah miniatur negara sehingga perlu diterangkan lebih lanjut tentang permasalahan berpolitik itu bagaimana. Saya menemukan sebuah fakta baru, kenapa mahasiswa (khususnya aktivis) selalu bicara bahwa mereka membela kepentingan rakyat, berkoar-koar menyuarakan apa yang rakyat alami. Di sini sebenarnya aktivis itu benar, bukan asal klaim 'rakyat', tapi dengan melihat bahwa kampus adalah miniatur negara yang mana memiliki perangkat seperti presiden mahasiswa (PRESMA), menteri-menteri dan juga PARA pengurus lain nya. Sehingga mahasiswa biasa disebut RAKYAT karena mahasiswa berasal dari rakyat , oleh karena presiden mahasiswa (PRESMA) dipilih oleh mahasiswa yg notabene disebut rakyat. Maka presiden mahasiswa itu mewakili rakyat iya sama seperti pemilihan presiden negara pada masa demokrasi.

Coba kita lihat  dalam kehidupan bermahasiswa (kampus) sebagai imitasi negara, tentu mengalami hal yang sama dalam pemilihan. Seperti perbedaan kelompok atau ide dalam menyalurkan hak politik. Dalam kegiatan pemilihan umum raya (PEMIRA) yang memilih presiden mahasiswa tentu mempunyai garis yang unik karena di situlah akan lahir dinamika-dinamika kampus. Sehingga kita (mahasiswa) tanpa sadar telah menjadi orang yang memainkan dinamika tersebut.

Keunikan Para calon dalam mencalonkan diri sebagai presiden mahasiswa memiliki cita-cita dan kepribadian sendiri yang dibentuk oleh pergaulannya. Dan biasanya namanya aktivis tentu background organisasinya sangat mempengaruhi. Saya akan memberi satu contoh bahwa organisasi yang sering terlibat di dunia kampus adalah organisasi ekstra kampus. Memang menjadi hal yang lumrah di dunia kampus, bahwa organisasi ekstra kampus menjadi suatu organisasi 'underground' yang memiliki peranan yang cukup meyakinkan dalam kehidupan kampus.

Kebiasaan terjadi Organisasi ekstra kampus biasanya memiliki jejaring kekuatan yang kuat. Karena organisasi ekstra sudah lama berdiri dan memiliki suatu karakter khusus dari organisasi yang lain. Dalam kehidupan kampus, organisasi ini yang biasa 'mengusulkan' nama-nama calon petinggi bagi  mahasiswa.

Bagi sebagian mahasiswa yg tidak berorganisasi ekstra kampus yang menjadi aktivis di kampus tentu ada yang memiliki rasa faktor ideologi, pemahaman dan tujuan tidak sejalur. Ada sebagian aktivis yang tidak suka untuk ikut organisasi ekstra kampus, alasannya tentu karena melihat bahwa calon petinggi mahasiswa yang diusulkan hanya sebagai boneka. Dan organisasi ekstra kampus tidak fair, karena memiliki peraturan manajemen organisasi sehingga misal dalam pendaftaran calon saja sudah difasilitasi tanpa susah payah mencari. Itulah yang menjadi permasalah bagi mahasiswa yang tidak berorganisasi exstra kampus.

Sehingga kebanyakan yang berfikir bahwa organisasi ekstra kampus memiliki hubungan 'parental' dengan partai politik di negeri ini. Padahal tidak semuanya begitu atau tergantung pemimpinnya bagaimana memenite organisasi tersebut, Sehingga banyak pemikiran negatife mahasiswa yang menilai begitu.

Saya pernah meneliti yang bahwa organisasi ekstra kampus adalah organisasi yang memiliki independensi. Contoh nya adalah HMI (HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM) ketika HMI disebut dekat dengan Partai GOLKAR, sebenarnya gugatan ada di tubuh HMI bahwa HMI adalah organisasi yang independen begitu juga dengan organisasi besar lain. Tapi sayang karena mahasiswa kurang kritis dalam hal ini, sehingga organisasi ekstra kampus hanya sebagai 'MATA TANPA LENSA' seolah-olah rabun dalam  permasalahan. Memang sangat di sayangkan di saat kita melihat keadaan seperti ini yang di sia2kan dengan semena2 oleh MAHASISWA. #SLAM_3_JARI

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 .
Shared by Nanggroe Seuramoe. Powered by BEK MUMANG BEEH..!