Minggu, 13 Maret 2016

kuliner senja Di Pinggir Jalan Medan - Banda aceh. Grong - Grong


Jadi, tak heran bila mi caluek hingga kini masih menjadi menu favorit bagi masyarakat Pidie dan orang yang berkunjung ke Pidie. Kendati harganya murah, tapi rasa mi caluek tak kalah dengan jenis mi lain yang dijual dengan harga yang lebih mahal.

Salah satu bukti mi caluek masih mendapat tempat di hati pecinta kuliner adalah, di tengah menjamurnya produk mi instan dengan berbagai merk, ternyata mi caluek sebagai salah satu jenis kuliner lokal tetap eksis.

Jadi, tak heran bila pedagang mi caluk ditemukan hampir disetiap sudut pasar tradisonal maupun modern di Kabupaten Pidie. Bahkan, hampir di semua sekolah di daerah penghasil emping melinjo itu juga ada pedagang yang menjajakan mi caluek dengan beragam menu.

Ada mi caluek yang menggunakan saus cabai halus atau bumbu kacang yang memberi sensasi gurih dan lezat. Ada juga mi caluek yang sausnya dicampur kacang dan menggunakan kuah yang ditaburi sayuran (daun ubi dan cincangan daun kol). Semua itu dilakukan pedagang untuk ‘menghipnotis’ pencinta mi caluek agar mereka selalu ingat dan ingin makan mi tersebut.

Salah satu mi caluek yang cukup terkenal dan sampai sekarang masih bertahan adalah mie caluk Grong-Grong milik Hj Mardiana. Bagi masyarakat sekitar tak sulit melacak lokasi mie caluk milik Hj Mardiana yang berada di pasar Grong-Grong. Kecuali, bagi warga dari daerah lain mungkin agak sulit mencari lokasi mie calu Hj Mardiana. Karena di pasar Grong-Grong cukup banyak penjual mi caluek. Karena semua mereka menjual mi caluek di kaki lima menggunakan meja dengan ukuran berbedabeda.

Penjual mi caluek di Grong-Grong berada di pinggir jalan nasional tepatnya di lorong menuju toko-toko yang bersisian dengan pedagang buah atau sebelah kanan jika anda berangkat dari Banda Aceh ke Sigli. Tempat itu hanya terpaut sekitar tiga meter dari jalan Banda Aceh-Medan.

“Ada empat jenis mi caluek yang kami jual, yaitu mie caluek pakai bumbu kacang, mi caluek pakai urap, mi caluek pakai tahu, dan mi caluek pakai tempe,” kata Hamdani Usman (38), anak Hj Mardiana yang kini mengelola usaha mi caluk di pusat pasar Grong-Grong kepada Serambi, Selasa (4/2).

Menurutnya, setiap hari mie calueknya terjual sampai 5.000 bungkus dengan harga Rp 1.000 hingga Rp 5.000 per bungkus. “Omset kami tiap hari sekitar lima juta rupiah. “Kami tak ambil keuntungan banyak. Yang penting, warga bisa menikmati mie caluk buatan kami ini,” ujar Hamdani.

Ditambahkan, mi caluek tersebut dibuatnya sendiri di rumah. “Bahan baku yang kami gunakan adalah tepung gandum. Sehari kami habiskan tiga sak tempung gandum. Sedangkan untuk bihun tiga pak tiap hari,” pungkasnya.

Karena banyaknya peminta, selain di pasar Grong-Grong, mi caluek juga dijual oleh sejumlah orang ke berbagai desa menggunakan sepeda motor atau sepeda. Mi caluek yang dijual keliling itu telah dibungkus lebih dulu oleh penjualnya. Mi caluek juga dijual di sejumlah lokasi wisata kuliner di Pidie, seperti di tepi Pantai Gampong Tanjong Harapan, Kecamatan Kota Sigli.

Nurlaili, satu dari sejumlah penjual mie caluek di tepi Pantai Gampong Tanjong Harapan, kepada Serambi, Senin (4/2) mengatakan, saat ini mi caluk masih menjadi favorit pengunjung ke tempat itu. Pengunjung mulai memadati tepi laut Tanjong Harapan sekitar pukul 16.30 WIB.

Tak jarang dari pengunjungan yang datang bersama keluarga atau temannya ke lokasi itu hanya untuk menikmati mi caluek khas Pidie. “Pengunjung paling ramai pada hari Sabtu dan Minggu. Kadang-kadang ada pengunjung yang datang dari Banda Aceh dan Lhoksumawe,” kata Nurlaili yang terlihat sibuk menaruh mie caluek ke piring untuk disajikan kepada pengunjung.

Jika tak hujan, menurut Nurlaili, ia mampu menghabiskan mi caluek 25 kilogram per hari. “Tapi, jika hujan mie caluk hanya laku sekitar sepuluh kilogram sehari. Kami jual mie caluek 3.000 rupiah per piring atau per bungkus. Rata-rata omset kami tiga juta rupiah per hari,” kata Nurlaili. Pengunjung yang ingin menikmati mi caluek di tepi pantai itu juga bisa menikmati aneka minuman, seperti kelapa muda dan berbagai jenis soft drink. Apalagi, kursi tempat menikmati mi caluek itu diletakkan menghadap ke arah laut lepas, membuat pengunjung makin puas. Hembusan angin laut yang sesekali ‘menyergap’ penikmat mi caluk, membuat rasa penat atau beban pikiran seakan sirna terbawa gemuruh gelombang laut Selat Malaka yang tidak pernah berhenti itu. Anda penasaran dengan rasa mi caluk di Pidie, silakan mencoba dan buktinya sendiri nikmatnya rasa mi tersebut.

Rasanya Khas
MI caluek Pidie rasanya khas hingga menggoda selera. Karena perpaduan bumbu menggunakan rempah asli sehingga aromanya pasti pas untuk semua kalangan. Mi caluek merupakan salah satu jenis kuliner yang harus dipertahankan karena rasanya memang sangat beda dengan di daerah lain. Cukup banyak orang yang suka mi caluek. Jadi, tak heran setiap sore banyak warga menikmati mi caluek. Salah satunya di tepi laut Tanjung Harapan Sigli.

* Najwa, Mahasiswi Universitas Jabal Ghafur Sigli.(naz)
Harus Dipromosikan
MI caluek merupakan makanan tradisional di Pidie yang harus dipromosikan ke luar daerah. Tujuannya agar wisatawan lokal maupun manca negara mengetahui bahwa Pidie terkenal dengan mi caluek yang rasanya cukup lezat. Tempat rekreasi yang ada pedagang mi caluek seperti di tepi laut Tanjong Harapan Sigli, harus ditata dengan baik oleh Pemkab Pidie. Sehingga saat pengunjung luar datang, mereka akan berkesan dengan lokasi itu dan rasa mi calueknya sehingga mereka pada waktu yang lain akan kembali ke tempat tersebut.

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 .
Shared by Nanggroe Seuramoe. Powered by BEK MUMANG BEEH..!