Rabu, 27 April 2016

Ada cinta di Burni Telong


Jalan setapak ini gak ada lurusnya, terus menanjak, aku berterima kasih pada akar-akar pohon, sekuat apapun aku menariknya, dia bertahan. 

Batu-batu cadas bertambah licin dengan siraman hujan. Kurasa dikota hujan lebih deras, dihutan yg lebat ini saja,kami basah kuyub. 

Aku merasakan rembesan air di punggungku. Terus ke bawah. Jaket satu-satunya telah kusimpan dalam ransel tanpa terlebih dulu ku ikat dalam plastic packing, dan sekarang ransel ini juga basah. Titik-titik hujan merayap diwajahku, hidungku, berujung tetesannya berakhir di dagu. 

Bagaimanapun dingin kami hanya mengambil masa rest tdk lbh 1 menit. Aku tidak tahu bagaimana keadaan hutan ini, aku sama sekali tidak berpaling ke kiri atau ke kananku, atau sesekali mencoba melihat sekeliling. Tidak tampak apapun. 

Ragil memandu perjalanan paling depan, memanggul carrier super besar, aku tidak sempat memperhatikan isi carriernya td pagi, ke dua tangannya mengangkat jerigen berisi air 5 liter, seperti bina raga mengangkat barbel. 

Ragil sama sekali tidak berpegangan, ntah bagaimana dia mendaki dan menanjak, aku tidak bisa melihat bagaimana dia bisa sampai ke atas melewati batu cadas besar, licin, belepotan lumpur, dan lagi ragil tidak menggunakan headlamp. 

jarak antara aku dan ragil 4 meter. Dibelakang ragil, mul mengikuti, anak ini gesit sekali, dari pertama kenalan di secretariat pagi td, dalam obrolan singkat, dlam hati aku menebak-nebak, mul adalah seorang atlit. 




Posting Komentar

 
Copyright © 2013 .
Shared by Nanggroe Seuramoe. Powered by BEK MUMANG BEEH..!