Jumat, 24 Februari 2017

SK PALSU !!!!! KEBOHONGAN demi KEBAIKAN ???

Berbicara masalah kebutuhan, maka tidak ada tanda komanya terlebih tanda titik sebagai akhirnya. Kebutuhan akan materi menjadi sangat penting bagi kebutuhan kehidupan kita. Namun, akhir-akhirnya moral masyarakat kita lebih membutuhkan “jabatan” daripada kebutuhan sehari-harinya. Berbagai anggapan membuktikan keshahihan hal tersebut, diantaranya panas teriknya bias kebohongan ketika kebijakan pemerintah menetapkan para tenaga honorer yang masuk K1 dan K2.

Berbagai cara ditempuh demi sebuah jabatan. Berbagai tipu daya menjadi sorotan Malaikat Raqib dan Atid dengan catatan akhiratnya. Berbagai seruan validasi moral ketika ingin dan tidak yang terbersit di sanubari kecil mereka. Mungkin hanya jabatan yang mampu merubah kehidupan. Mungkin karena status, mereka akan tercatat menjadi warga di negeri sekeping taman syurga ini. Mungkin hal itulah yang mengubah tahun pengabdian menjadi lebih rendah, dan akhirnya mereka pun selamat dari kocar-kacir kebingungan para pemimpinnya.


Untuk kita ketahui, semenjak diberlakukannya sertifikasi menggunakan portofolio, masyarakat berduyun-duyun mengubah nasib mereka. Mencari sertifikat kebajikan demi kelayakan sebuah jabatan. Sekali lagi “jabatan”. Akhir-akhir ini kembali mencuat kebajikan yang amat sangat luar biasa, jihad kebohongan demi tercapainya mimpi-mimpi mulia mereka.

Apakah yang akan terjadi jika halal dan haramnya kebaikan itu meretas tuntas segala yang membuat keresahan diri? Mampukah mereka mempertanggungjawabkannya kelak ketika sumpah mengiringi napas-napas suci dari buaian dzikir ibu dan tangis mereka ketika sanubari berpisah dengan jasad sebagai penipu?

Ada hal yang menarik, jika kita berbicara masalah kebohongan. Jika kebohongan demi kebaikan itu boleh, maka kebohongan demi kebaikan hidup juga boleh kan??? Mohon dijelaskan para kiyai, para tuan guru, dan para ‘alim ‘ulama supaya jangan sampai tanggungjawab dan beban moral Anda yang mulia mendapat keburukan di sisi-Nya. Supaya masyarakat kita juga mengerti apa yang seharusnya dilakukan.

Marilah kita sama-sama berpikir sejenak seraya menafsirkan sebenarnya lika-liku dosa yang tetap dapat dihapus dengan istighfar. Janganlah berbicara pahala jika tiap hari harus dilimuti dengan dosa. Berdosakah kita yang menjalankan visi kebohongan demi kebaikan kehidupan??? Kalau memang berdosa, dosa juga dapat dihapus. Sebenarnya berbohong demi kebaikan itu hukumnya boleh atau sunnah sih??? Kalau boleh saja, maka sah-sah saja kan jika harus menjadi pegawai negeri dengan kebohongan? Terlebih lagi kalau dapat pahala…

Sebagai orang awam, seharusnya dimengertikan, bukan diajak untuk merasakan diresahkan. Marilah para kiayi menulis tentang hal tersebut. Sosialisasikan kitab halal dan haram supaya negeri ini tetap aman, supaya negeri ini tidak selalu menggumamkan resah nyenyaknya tidur dalam gumaman.

Ketika semuanya terselesaikan, tinggal masyarakat yang mencernanya nanti. Karena saya yakin, teman-teman saya melakukan hal tersebut demi kebaikan mereka. Namun, sebagai catatan kecil kita, jika hak orang lain yang sewajarnya harus didapat kemudian kita ambil dengan kejahatan, maka semestinya kita sadari bahwa bukan kebohongan dan kelicikan yang semestinya dipersembahkan, melainkan prestasi yang mulia menjadi penjelas ada tidaknya kita, pantas dan layakkah kita menjadi inspirasi bagi negeri ini.

Catatan kecil yang saya suguhkan ini marilah kita jadikan cermin diri, bukan dijadikan sebagai bacaan ringkas yang meresahkan kita sebagai orang yang tidak peduli pada nasib kita sendiri. Yang sudah selamat, tetaplah berdoa dan memohon ampun kepada-Nya jika semuanya harus dirasakan tidak baik. Namun, jika hal tersebut yang membuat Anda bangga dan sombong, maka berhati-hatilah bahwa kebohongan itu akan berbicara kepada kita semua bahwa “Bumi ini adalah hamparan kebohongan, bukan hamparan sujud para penghuninya”

Bertafakurlah jika itu yang terbaik, bukan berbangga diri. Bersiasat itu penting jika ditempatkan di lini terbaik ini. Saya mendukung sepenuhnya siasat yang Saudara lakukan, namun semuanya harus dipertanggungjawabkan. Saksinya adalah saya, dan hukumannya pun akan kita dapatkan bersama. Jika gaji Anda nanti keluar, alangkah baiknya jika dibagi menjadi sepuluh bagian, yang pertama untuk rambut Anda, kedua untuk mata Anda, ketiga untuk telinga Anda, keempat untuk hidung Anda, kelima untuk mulut Anda, keenam untuk leher Anda, ketujuh untuk tangan Anda, kedelapan untuk jari tangan Anda, kesembilan untuk kaki Anda, terakhir telapak kaki Anda! Karena semuanya itu akan menjadi saksi dirimu kelak ketika mulut tak lagi berbicara.


Jika otak kiri yang mendominasi harga diri, maka kecerdasasan kita harus mengakui bahwa kita telah kalah dengan orang-orang yang tidak sekolah. Di hadapan kita mereka bukan pegawai seperti kita, namun di hadapan Tuhan mungkin mereka lebih mulia daripada kita yang berseragam sepekan. Oleh karena itu, sampaikanlah salam kepada otakmu supaya yang kanan difungsikan juga dengan pikiran keagamaan. Bertanyalah kepada hati sucimu, karena di sana ada suara Tuhan. Berperangailah apa adanya, karena hal tersebut dapat mengurangi keburukan kita. 

Eksistensi moral dan pencitraan diri akan terlihat indah ketika apa-apa yang tidak baik itu menjadi aib yang selalu disembunyikan dengan kebaikan dan napas-napas harapan untuk menjadi lebih baik lagi. Jika nantinya semua itu terasa tidak baik, maka jangan sampai ketidakbaikan itu terulang pada generasi suci yang engkau perjuangkan. Selamat menunggu nasib dan semoga sukses, Kawan!!!!


Posting Komentar

 
Copyright © 2013 .
Shared by Nanggroe Seuramoe. Powered by BEK MUMANG BEEH..!