Ada kalimat indah untuk membahas soal cinta, “Bukan titik yang menjadikan tinta, tapi tinta yang menjadikan titik. Bukan cantik yang menjadikan cinta, tapi cinta yang menjadikan cantik”. Cintailah yang menjadikan manusia tetap eksis di panggung dunia, selama ada cinta dalam setiap hati manusia, maka kehidupan akan terus berlangsung. Karena cinta merupakan naluri dasar yang Allâh berikan pada setiap makhluk-Nya, termasuk kepada manusia. Karena sifat dasar, maka manusia tidak akan sanggup hidup tanpa cinta.
Cinta sejati adalah mencintai Allâh dan Rasul-Nya, namun adakah orang yang tidak membutuhkan cinta, dimana ia mengahabiskan kehidupan tanpa mencintai dan dicintai? Mungkinkah hal ini terjadi? Tentu saja, tidak. Tidak ada orang yang hidup tanpa cinta, mengingat cinta adalah naluri dan insting dasar. Jika Allâh tidak menciptakan perasaan itu dalam diri kita, jangan harap manusia masih lestari dan berproduksi.
Naluri merupakan salah satu faktor yang membuat alam lestari. Jadi, jangan berfikir kita bisa membuang atau mencampakkan naluri dari kehidupan. Kita juga tidak mungkin bisa mengabaikan saat membahasanya. Ada orang mengira bahwa kala kita berbicara dalam bingkai agama, tidak ada yang namanya cinta. Sudah barang tentu, pendapat ini salah dan tidak tepat.
Perlu saya tegaskan bahwa Islam adalah agama cinta yang mengajarkan cinta dan kebaikan kepada semua manusia dan kepada seluruh makhluk Allâh. Rasûlullâh mengajari para sahabatnya agar mereka mencintai seluruh menusia, serta melakukan kebajikan bagi kemanusiaan dan bagi makhluk Allâh lainnya, termasuk hewan dan burung. Anas meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap yang menanam biji-bijian atau pepohonan, lalu buahnya di makan oleh manusia, burung, atau hewan, pasti baginya akan catat pahala sedekah.” (HR Bukhâri-Muslim)
Jelaslah bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan tentang cinta dan kasih sayang. Islam adalah agama cinta. Hal ini bisa dilihat dari hadits tersebut di atas, dalam riwayat lain pun Rasûlullâh bersabda, dari Abû Hurairah Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Suatu hari seorang laki-laki berjalan disuatu tempat, ia sangat merasakan kehausan. Lalu ia menemukan sebuah sumur. Ia turun ke sumur itu dan meminum airnya, kemudian keluar. Tiba-tiba dilihatnya seekor anjing sedang menjulurkan lidahnya sambil menjilati tanah basah karena kehausan. Ia berkata, “anjing ini pasti kehausan seperti halnya saya tadi”. Lalu ia turun lagi ke sumur dan menuangkan air ke dalam sepatunya hingga penuh. Ia menahan sepatunya dengan menggigitnya sambil naik. Kemudian ia memberi minum anjing itu. Allâh berterimakasih kepadanya dan mengampuninya.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasûlullâh, apakah berbuat baik kepada hewan akan mendapatkan pahala?” Beliau menjawab, “Ya berbuat baik kepada setiap makhluk hidup akan mendatangkan pahala.” (HR Bukhâri, Abû Dawud)
Naluri dasar inilah yang Islam sentuh karena jika tidak naluri cinta ini akan disalah artikan. Ajakan Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam untuk mencintai dan berbuat kebajikan tidak terbatas hanya kepada manusia bahkan kepada seluruh makhluk Allâh. Ketika Rasûlullâh shallallâhu ‘alaihi wa sallam menyeru kaum Muslim agar mencintai manusia dan seluruh makhluk Allâh, sebetulnya beliau berseru agar kaum Muslim menjadi manusia-manusia sempurna yang menjadi sumber cinta, kasih sayang dan kebajikan.
Posting Komentar