Dr. Husaini Ibrahim, M.A. |
Arkeolog Universitas Syiah Kuala Dr Husaini Ibrahim, M.A, menilai peresmian tugu titik nol kilometer peradaban islam nusantara di Barus, Sumatera Utara, Jumat, 24 Maret 2017 lalu oleh Presiden Joko Widodo adalah penistaan terhadap sejarah.
Dr Husaini kepada wartawan di Banda Aceh, Senin 27 Maret 2017 mengatakan, berdasarkan bukti arkeolog, nisan di Aceh merupakan nisan tertua di nusantara, bahkan perkembangan nisan Aceh mencapai, Kalimantan, Sulawesi, Banten, Brunei Darussalam, Filipina, bahkan mencapai Barus itu sendiri.
Ia menambahkan, tidak ada bukti nisan tertua berasal dari Barus yang dinyatakan lebih tua dari nisan di Aceh. Bahkan Nisan Barus tidak berkembang di nusantara, karena nisan yang ada di Barus sendiri, merupakan perkembangan dari batu nisan Aceh.
“Tapi ketika tiba-tiba ada yang mengatakan Barus kawasan Islam tertua ini saya pikir sebuah penistaan terhadap sejarah, karena tidak melalui telaah yang mendalam, mestinya perlu diseminarkan lagi, diundang para tokoh, pakar, boleh saja orang menulis tapi dengan bukti yang nyata,” kata Husaini.
Husaini menilai peresmian tugu Titik Nol Kilometer Peradaban Islam di Nusantara beberapa waktu lalu sangat sarat dengan kepentingan politik.
“Ketika ini dikembangkan ada dana yang masuk maka ada kelompok tertentu yang bisa memanfaatkannya , tapi di sisi lain akan timbul perdebatan-perdebatan lainnya,” katanya.
Meskipun dalam peta kuno sejumlah daerah seperti Lamuri, Barus, Batak telah disebutkan, namun Barus tidak lebih dari kawasan perdagangan, karena dalam perkembangannya, Barus merupakan bagian dari kerajaan Aceh Darussalam.
“Padahal kita sudah mengetahui di buku-buku sekolah disebutkan ada Perlak ada Samudera Pasee dan yang terakhir kita meneliti termasuk Lamuri, kita bisa melihat ada batu nisan, itu yang tertua bisa dilihat 1007 masehi, berarti jauh hampir 300 ratus tahun sebelum Malikussaleh sudah ada batu nisan tertua di Lamuri, ini Islam tertua di nusantara,” kata Husaini.
“Tapi tidak ada masalah dari sudut sejarah, karena pengkajian sejarah banyak dinamika-dinamika, jadi kita harus belajar banyak tentang apa yang dilaukan sekarang ini, jadi ada perubahan dalam ilmu pengetahuan wajar, tapi yang penting jangan menistakan sejarah,” katanya lagi
sumber; mediaaceh.co
Posting Komentar